Ujian Integritas Hakim MK; Perlu Pengawasan dari Masyarakat dan Media

MisiNews.id | Lahat – Rekapitulasi hasil Pilkada serentak telah rampung, namun tahapan proses demokrasi belum sepenuhnya selesai. Saat ini, beberapa daerah memasuki tahapan perselisihan hasil pemilihan (PHP) yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh peserta Pilkada yang merasa dirugikan.

Menurut data Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumatera Selatan, terdapat 11 permohonan perselisihan hasil Pilkada yang telah diajukan ke MK. Salah satu permohonan berasal dari Kabupaten Lahat, yang diajukan oleh pasangan calon bupati dan wakil bupati nomor urut 01, Yulius Maulana-Budiarto Marshul. Gugatan ini dilayangkan melalui kuasa hukum mereka, Andi Muhammad Asrun, pada tanggal 9 Desember 2024.

Dasar Hukum dan Prosedur

Berdasarkan Pasal 156 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, peserta Pilkada yang merasa dirugikan memiliki hak untuk mengajukan gugatan ke MK dalam waktu tiga hari kerja setelah KPU menetapkan hasil rekapitulasi suara. “Langkah ini sah secara hukum,” ujar pengamat politik Febriansyah, S.IP., M.Ikom.

Namun demikian, ia menekankan pentingnya dasar yang kuat dalam setiap gugatan. “Pihak pemohon harus mampu menyertakan bukti autentik dan data valid yang menunjukkan adanya pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Gugatan tanpa dasar yang jelas hanya akan membebani MK dan dapat merugikan masyarakat, baik secara politik, administrasi, maupun sosial,” tegasnya.

Ujian Integritas Mahkamah Konstitusi

Gugatan Pilkada ini juga menjadi ujian integritas bagi Mahkamah Konstitusi, terutama independensi para hakimnya. Hal ini relevan mengingat berbagai kontroversi yang sempat melibatkan lembaga tersebut, termasuk pemecatan Ketua MK Anwar Usman menjelang Pemilu 2024 lalu.

Meski demikian, Febriansyah menilai putusan MK Nomor 60 Tahun 2024 tentang ambang batas pencalonan kepala daerah telah menunjukkan bahwa lembaga ini masih memiliki marwah sebagai penjaga konstitusi dan pengawal demokrasi.

“Kita harus menjaga agar proses di MK ini berjalan profesional dan transparan. Para aktor politik harus menahan diri dan tidak mencoba mempengaruhi independensi hakim MK dengan cara-cara yang tidak etis,” lanjut Febriansyah.

Pengawasan Masyarakat dan Media

Dalam konteks ini, Febriansyah juga menyerukan peran aktif masyarakat Kabupaten Lahat, terutama media, untuk mengawasi jalannya proses perselisihan hasil Pilkada di MK. “Keterlibatan masyarakat dan media sangat penting untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas proses ini,” tutupnya.

Kesimpulan

Proses perselisihan hasil Pilkada di Mahkamah Konstitusi adalah bagian integral dari demokrasi. Namun, hal ini membutuhkan keseriusan dari semua pihak, baik pemohon, MK, maupun masyarakat. Dengan pengawasan bersama, diharapkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan dan demokrasi di Indonesia tetap terjaga.(*)