Miko Kamal : Jokowi Sebaiknya Mundur Saja

Misinews.id | Jokowi bersuara, dari Pangkalan TNI AU Halim, Jakarta. Katanya, Presiden boleh berkampanye atau berpihak. Publik ribut. Tanggapan bermunculan, dari awam sampai pakar.

Salahkah Jokowi? Secara normatif dan bahasan sederhana tidak. Yang disampaikannya memang norma yang tertulis dalam undang-undang Pemilu: Pasal 299 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017 yang sudah diubah menjadi UU No. 7 Tahun 2023 tentang Pemilihan Umum.

Persoalan menjadi rumit pada tataran praktis. Pasal 299 ayat (1) berkait dengan pasal-pasal lain, antara lain Pasal 304 ayat (1), (2), dan (3). Ayat (1) menyatakan bahwa dalam berkampanye, Presiden dilarang menggunakan fasilitas negara. Yang dimaksud fasilitas negara diuraikan dengan rinci di dalam ayat (2), diantaranya sarana mobilitas, gedung kantor, sarana perkantoran dan fasilitas lainnya yang dibiayai APBN atau APBD.

Sampai di sini, anda bisa bayangkan bagaimana jadinya jika Presiden Jokowi berkampanye tanpa menggunakan fasilitas negara yang selama ini melekat padanya. Saya beri contoh satu saja: Presiden tidak diizinkan menggunakan kendaraan dinas kepresidenan yang tentu dilengkapi dengan fasilitas khusus untuk keamaanan dan kenyamanannya. Presiden dalam bahaya besar. Nyawa taruhannya.

Orang mungkin akan mendebat saya dengan Pasal 305 ayat (1) bahwa Presiden yang sedang berkampanye masih boleh menggunakan fasilitas pengamanan, kesehatan, dan protokoler. Dan, kendaraan dinas dikelompokkan sebagai bagian dari fasilitas pengamanan.

Pasal 305 ayat (1) ini memang memang dapat diperdebatkan. Tapi, menurut saya, Pasal ini membahas secara umum hak pengamanan, kesehatan dan protokoler seorang Presiden yang sedang cuti kampanye. Misal, selama kampanye Presiden yang sedang cuti berhak didampingi pasukan pengamanan presiden, berhak didampingi petugas kesehatan dan protokoler. Tapi, terkait aturan khusus kendaraan dinas termuat di dalam Pasal 304 ayat (2): kendaraan dinas dilarang digunakan selama kampanye.

Keadaan semakin rumit lagi manakala kita membaca dengan agak teliti Pasal 283 ayat (1) UU Pemilu. Pasal ini soal pejabat negara yang tidak boleh berpihak kepada salah satu peserta pemilu, termasuk terhadap salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden. Presiden pasti pejabat negara. Lihatlah Pasal 58 huruf a UU No. 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara.

Juga pada tataran praktis, antara Pasal 299 ayat (1) dan Pasal 283 ayat (1) UU Pemilu tidak saling mendukung dan sulit menerapkannya. Pada satu sisi, Pasal 299 ayat (1) memberikan hak kepada Presiden melaksanakan kampanye, sementara Pasal 283 ayat (1) tidak membolehkan Presiden berpihak kepada salah satu pasangan calon.

Makna gabungan kedua pasal ini, Presiden boleh berkampanye asal tidak berpihak kepada salah satu pasangan calon. Dengan begitu, maksud kedua Pasal ini, Presiden boleh berkampanye, tapi tidak untuk satu pasangan calon saja. Presiden tidak boleh mengkampanyekan pasangan Anies – Muhaimin saja. Dia juga tidak boleh hanya mengkampanyekan Prabowo-Gibran. Juga, dia dilarang mengkampanyekan Ganjar-Mahfud saja.

Rumitkan? Benar-benar rumit. Biar tidak rumit, mari kita sederhanakan saja: Jokowi mundur saja sebagai Presiden. Yes, sesederhana itu. Jika langkah itu diambil Jokowi, semua kerumitan akan berakhir.

Kita rakyat harus paham, salah satu pasangan calon yang sedang bertarung adalah anak Jokowi: Gibran yang berpasangan dengan Prabowo. Sebab itu, sangat tidak elok kita merintangi seorang bapak membantu anaknya dalam merajut masa depan.

Situasi dan kondisi kejiwaan yang sedang dihadapi Jokowi sangat manusiawi. Bapak mana yang tidak menginginkan anaknya bermasa depan baik. Dari penjual martabak, Gibran sudah sukses jadi wali kota. Sekarang mau meningkat jadi wakil presiden. Wajarlah Jokowi sekuat tenaga membantunya.

Dengan posisinya sebagai Presiden, Jokowi tidak bisa leluasa membantu anaknya. Kerumitan hukum yang saya sebutkan di atas menungkai langkahnya.

Kita rakyat harus adil dan ikhlas. Relakan sajalah Jokowi meninggalkan kita sebagai Presiden, biar dia bisa membantu Prabowo dan Gibran dengan totalitas. Lagian, _legacy_ Jokowi untuk bangsa ini kan sudah banyak. Selama lebih kurang sembilan setengah tahun, kita sudah dibangunkannya banyak jalan tol, bandara-bandara bagus, bendungan dan lain-lain sebagainya. Sekarang, berikan juga beliau kesempatan meninggalkan _legacy_ buat Prabowo dan anaknya Gibran.

Soal siapa yang akan menjadi Presiden sepeninggal Jokowi jangan pula terlalu dipikirkan. Sudah ada mekanismenya di dalam Pasal 8 UUD 1945.

Padang, 28/1/2024

Oleh Miko Kamal
Advokat dan Wakil Rektor 3 UISB