MisiNews.id | OKU Timur, Sumatera Selatan – Dalam tradisi adat Komering, terdapat sebuah tari sakral penuh makna yang disebut Tari Sada Sabay. Tarian ini bukan sekadar pertunjukan seni, melainkan bagian penting dalam prosesi adat pernikahan masyarakat Komering, yang merefleksikan kegembiraan, pengangkatan martabat, serta pengabdian awal sang pengantin sebagai anggota keluarga baru.
Tari Sada Sabay menggambarkan kegembiraan dua keluarga besar yang dipersatukan melalui ikatan pernikahan. Tarian ini juga menjadi lambang dari “pengangkonan”, yaitu proses adat di mana pengantin menjadi seperti anak kandung dari keluarga pasangannya. Dalam budaya Komering, pengangkatan ini bukan hanya simbolis, tetapi juga mencerminkan penerimaan utuh dalam struktur kekerabatan keluarga.
Gerakan Tarian yang Sarat Simbolisme
Tari ini dibawakan dengan iringan tabuhan kulintang, alat musik tradisional yang menjadi penentu ritme gerakan. Patokan utama dalam ritme ini adalah tabuhan gong, yang mengatur harmoni dan perubahan gerakan para penari.
Dalam tari ini, pasangan orang tua dari kedua mempelai menjadi pemeran utama. Terdapat filosofi mendalam dalam gerakan tangan mereka yang berlawanan arah—ayah dari mempelai pria menggerakkan tangan ke arah kiri, sementara orang tua perempuan dari mempelai wanita ke arah kanan. Gerakan ini menggambarkan keselarasan dalam perbedaan, yaitu saling mendukung kelebihan dan saling menutupi kekurangan antar keluarga.
Batasan dan posisi tangan dalam tarian ini juga memiliki aturan adat yang ketat:
Ayah kedua mempelai mengangkat tangan lebih tinggi, di atas bahu dengan posisi ketiak terbuka. Ini menandakan keterbukaan dan semangat menyambut keluarga baru.
Ibu kedua mempelai menggerakkan tangan hingga sebatas bahu, dengan posisi jari-jari rata dan ketiak tertutup sebagai bentuk penjagaan kehormatan dan kesopanan sesuai batasan aurat.
Gerakan-gerakan ini memvisualisasikan rasa suka cita dan syukur atas terbentuknya kekerabatan baru yang erat.
Posisi Pengantin: Lambang Pengabdian dan Penerimaan
Sementara kedua pasangan orang tua menari di depan, kedua mempelai berada di belakang mertua masing-masing, sambil mengipas mereka dengan lemah lembut. Tindakan ini bukan sekadar penghormatan, melainkan menggambarkan bentuk awal pengabdian seorang menantu kepada mertua, dan pengakuan bahwa mereka telah diterima sebagai anak kandung.
“Tari Sada Sabay bukan hanya pertunjukan, tetapi merupakan rangkaian makna adat yang mengakar kuat dalam budaya Komering. Tarian ini mencerminkan transisi sakral seorang pengantin menjadi bagian dari keluarga baru secara utuh,” ujar H. Leo Budi Rachmadi, SE, Bin H. Syahrin Nasir Adok (Gelaran Batin Temenggung), Ketua Umum Jaringan Masyarakat Adat Komering (JAMAK) Indonesia.
Melalui tarian ini, masyarakat Komering menjaga dan merawat nilai-nilai luhur seperti kebersamaan, penghormatan, penerimaan, dan pengabdian dalam sebuah keluarga besar. Tarian ini menjadi warisan budaya yang bukan hanya indah secara visual, tetapi kaya akan pesan kehidupan yang relevan lintas generasi.