MisiNews.id | Setiap hari setiap waktu tentunya kita menghasilkan begitu banyak sampah. Tapi tahukah Anda bahwa di Indonesia, setiap orang menghasilkan rata-rata 0,7 kg sampah per hari? Bayangkan jumlah sampah yang menumpuk tiap harinya! 0,7 kg dikalikan jumlah penduduk Indonesia 281.603.800 (data BPS 2024) sudah ratusan juta ton timbulan sampah dihasilkan!. Namun, tahukah Anda bahwa di balik timbulan sampah itu, tersimpan potensi ekonomi yang sangat besar? Mulai dari kemasan makanan, botol plastik, kertas bekas, minyak goreng bekas hingga pecahan kaca. Ya, sampah yang selama ini kita anggap sebagai masalah, ternyata bisa menjadi sumber pendapatan. Tulisan ini mencoba mengajak pembaca untuk mengubah pandangan tentang sampah dan melihat peluang bisnis yang menjanjikan didalamnya.
Secara sederhana, sampah adalah segala sesuatu yang dianggap tidak berguna atau memiliki nilai lebih rendah dibandingkan saat pertama kali diproduksi. Namun, definisi ini terlalu sempit untuk menggambarkan kompleksitas masalah sampah saat ini. Dalam definisi Siklus Hidup Produk, Sampah adalah ujung dari siklus hidup suatu produk. Mulai dari proses ekstraksi bahan mentah, produkis, distribusi dan konsumsi, hingga akhirnya dibuang sebagai sampah. Adapun setiap tahap dalam siklus itu menghasilkan limbah yang berbeda beda. Berikutnya definisi Sampah terhadap dampak lingkungan, sampah itu tidak hanya sekedar benda mati, tetapi juga memilili dampak signifikan terhadap lingkungan. Proses pembusukan sampah menghasilkan gas rumah kaca, mencemari tanah dan air, serta merusak ekosistem. Nah, yang terakhir ini adalah sampah dalam perspektif persepsi kultural, bahwasanya sampah itu dipengaruhi oleh budaya dan sosial. Apa yang dianggap sampah di satu budaya, mungkin memiliki nilai ekonomis atau budaya di budaya lain.
Sampah sejauh ini masih dipandang sebagai barang yang tak layak guna lagi oleh kebanyakan masyarakat. Dibuang ke tempat pembuangan sementara atau tempat pembuangan akhir. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup, Satu orang di Indonesia ini perhari rata-rata menghasilkan sekitar 0,7 kg sampah perhari. Bisa dibayangkan jumlah penduduk Indonesia saat ini 281.603.800 (data BPS 2024) dikali 0,7 kg perhari, sudah ratusan juta ton timbulan sampah perhari di Indonesia. Timbulan ini kebanyakan menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir. Pembuangan sampah yang kian terus menerus ke lokasi pemnbuangan akan menjadi penumpukan, tanpa adanya solusi pengurangan maka akan menjadi gunungan sampah yang makin tinggi. Pembuangan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang semakin menggunung akan menyebabkan masalah serius yang berdampak luas. Masalah sampah tidak hnaya terjadi di Indonesia saja melainkan di seluruh dunia. Produksi sampah yang meningkat seiring berjalannya jumlah pertumbuhan penduduk yang pesat karena pola konsumsi dan pola hidup masyarakat.
Permasalahan ini kalau di biarkan terus menerus tanpa solusi konkrit dan penanganan yang cepat, maka akan menjadi masalah besar dan kemana mana. Banyak dampak negatif dari penumpukan sampah ini, Adapun dampak-dampak sebagai berikut
Dampak Lingkungan;
Pencemaran Tanah; Limbah cair dari TPA dapat meresap ke dalam tanah dan mencemari tanah serta sumber air tanah. Pencemaran Udara; Proses pembusukan sampah menghasilkan gas metana karbon dioksida, dan senyam organik votail (VOC) yang berbahaya bagi kesehatan dan berkontribusi pada perubahan iklim. Pencemaran air; limbah cair dari TPA dapat mengalir ke Sungai, danau, atau laut, menyebabkan pencemaran air dan mengancam kehidupan akuatik Pencemaran ekosistem; TPA dapat merusak habitat alami dan mengganggu keseimbangan ekosistem.
Dampak Kesehatan
Penyakit: Sampah yang membusuk dapat menjadi tempat berkembang biak berbagai jenis bakteri, virus, dan parasit yang dapat menyebabkan berbagai penyakit, seperti diare, kolera, dan penyakit kulit. Gangguan Pernapasan: Gas beracun yang dihasilkan oleh sampah dapat menyebabkan gangguan pernapasan, terutama pada masyarakat yang tinggal di sekitar TPA.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Penurunan Nilai Properti: Keberadaan TPA dapat menurunkan nilai properti di sekitarnya. Pengeluaran Biaya Tinggi: Pengelolaan TPA membutuhkan biaya yang sangat besar, termasuk biaya pengangkutan sampah, perawatan TPA, dan reklamasi lahan. Konflik Sosial: Adanya TPA seringkali menimbulkan konflik sosial antara masyarakat sekitar dan pengelola TPA.
Solusi Mengatasai Masalah Penumpukan Sampah
Sebelum membahas lebih jauh bagaimana solusi mengatasi masalah penumpukan sampah, kita harus tahu dahulu apa beda pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan Sampah adalah upaya mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan sejak awal. Fokusnya pada pencegahan timbulan sampah,bukan hanya mengelola sampah yang sudah ada. Tujuan dari pengurangan sampah ini meminimalisir produksi sampah. Ada banyak cara dalam pengurangan ini, misal mengurangi jumlah konsumsi kita, menerapakan prinsip 3R, memilih produk yang mudah didaur ulang, dan memperbaiki barang yang rusak. Contoh konkritnya misal membawa tas belanja sendiri saat belanja, menggunakan botol minum yang dapat di isi ulang.
Nah sedangkan penanganan sampah adalah upaya untuk mengelola sampah yang sudah dihasilkan. Fokusnya pada pengolahan sampah setelah sampah tersebut dihasilkan. Tujuan dari penanganan sampah ini mengelolah sampah agar tidak menimbulkan dampak negative terhadap lingkungan dan sampah tersebut bisa menjadi solusi untuk kehidupan lainnya. Ada beberapa langkah dalam penanganan sampah ini, diantaranya Pemilahan sampah: Memisahkan sampah organik, anorganik, dan B3. Pengumpulan sampah: Mengumpulkan sampah secara teratur dan efisien. Pengangkutan sampah: Mengangkut sampah ke tempat pemrosesan. Pengolahan sampah: Daur ulang Mengubah sampah menjadi produk baru, Komposting: Mengubah sampah organik menjadi pupuk kompos, Insenerasi: Membakar sampah dengan suhu tinggi untuk menghasilkan energi. Pembuangan ke TPA: Membuang sampah ke tempat pembuangan akhir sebagai pilihan terakhir.
Pada penanganan sampah ini, penulisan mencoba memberikan contoh nyata dari perspektif ekonomi. Pernah kita mendengar istilah “membuang sampah sama dengan membuang uang”. Ya benar sekali kalau kita buang sampah ke tong sampah atau tempat pembuangan sampah lainnya itu sama saja kita membuang uang. Loh kenapa? Pertama kita kalau tinggal di perumahan anggaplah komplek perumahan, itu biasanya ada iuran petugas angkut sampah, itu berarti sudah “membuang uang” dalam artian pengeluaran keuangan tiap bulan. Kedua sampah yang kita buang itu ternyata bernilai ekonomi dan menghasilkan uang, baik dari sampah organik maupun an organik. Hari ini hampir bisa dikatakan 90% sampah an-organik bernilai jual kalau di jual/tabung di bank sampah. Contoh di beberapa bank sampah hampir semua sampah bisa di setor baik dalam bentuk di bayar, membayar, sedekah, barter dan menabung. Mulai dari semua sampah plastik, sampah kertas/kardus, logam,besi, alumninium, pecahan kaca, termasuk juga sampah organic. Jadi sampah yang selama ini kita buang langsung baik ke TPS atau TPA itu sama saja dengan kita membuang uang, karena sampah-sampah itu bernilai jual mengandung nilai ekonomi, terutama bisa menjadi pendapatan keluarga.
Bagi keluarga menengah kebawa ini tentu sangat berharga karena jadi tambahan pemasukan. Dengan mengumpulkan sampah yang bernilai jual baik di tabung ke bank sampah atau di jual ke pengepul, tentu ini menjadi solusi untuk membantu atau jikalau memungkinkan bisa menjadi solusi dalam mengurangi angka kemiskian. Kenapa karena sesungguhnya antara sampah dan kemiskinan itu memiliki keterkaitan dan keterikatan.
Keterikatan Sampah dan Kemiskinan
Keterikatan dalam konteks ini merujuk pada hubungan yang lebih langsung, saling mempengaruhi, dan seringkali bersifat sebab-akibat antara sampah dan kemiskinan. Hubungan ini bisa berjalan dua arah:
Kemiskinan menyebabkan timbunan sampah:
Kurangnya akses ke fasilitas pengolahan sampah: Masyarakat miskin seringkali tidak memiliki akses ke tempat pembuangan sampah yang memadai, sehingga mereka membuang sampah sembarangan. Kurangnya kesadaran akan pentingnya pengelolaan sampah: Pendidikan yang terbatas membuat masyarakat miskin kurang memahami dampak buruk dari pembuangan sampah sembarangan. Pemanfaatan sampah sebagai sumber penghasilan: Masyarakat miskin mungkin terpaksa mencari nafkah dengan mengorek-ngorek sampah untuk dijual kembali.
Timbunan sampah memperparah kemiskinan:
Penyakit: Lingkungan yang kotor akibat timbunan sampah dapat menyebabkan berbagai penyakit, meningkatkan biaya kesehatan, dan mengurangi produktivitas masyarakat miskin. Penurunan nilai properti: Keberadaan tempat pembuangan sampah ilegal dapat menurunkan nilai properti di sekitarnya, mengurangi pendapatan masyarakat. Hambatan ekonomi: Lingkungan yang tercemar sampah dapat menghambat pengembangan ekonomi lokal, mengurangi peluang kerja, dan memperparah kemiskinan.
Contoh Keterikatan:
Perkampungan kumuh: Di perkampungan kumuh, seringkali ditemukan tumpukan sampah yang tidak dikelola dengan baik. Kondisi ini menyebabkan munculnya berbagai penyakit, seperti diare dan penyakit kulit, yang semakin memperburuk kondisi kesehatan masyarakat miskin. Pekerja informal: Banyak pekerja informal di negara berkembang mencari nafkah dengan mengolah sampah. Meskipun kegiatan ini memberikan penghasilan tambahan, namun juga berisiko bagi kesehatan dan keselamatan mereka.
Keterkaitan Sampah dan Kemiskinan
Keterkaitan menunjukkan adanya hubungan yang lebih luas dan kompleks antara sampah dan kemiskinan. Hubungan ini tidak selalu bersifat langsung, tetapi saling mempengaruhi melalui berbagai faktor.
Siklus kemiskinan: Kemiskinan dapat menyebabkan masyarakat terjebak dalam siklus produksi sampah yang terus-menerus. Misalnya, masyarakat miskin mungkin lebih cenderung membeli produk murah yang memiliki kemasan berlebihan dan sulit didaur ulang. Perubahan iklim: Timbunan sampah berkontribusi pada perubahan iklim, yang pada gilirannya dapat memperburuk kondisi kemiskinan, terutama bagi masyarakat yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim, seperti petani dan nelayan. Ketidaksetaraan sosial: Ketidaksetaraan dalam akses terhadap fasilitas pengolahan sampah dan pendidikan lingkungan dapat memperparah masalah sampah di komunitas miskin.
Contoh Keterkaitan
Di banyak negara berkembang, kemiskinan dan masalah sampah saling terkait erat. Pertumbuhan penduduk yang cepat, urbanisasi yang masif, dan industrialisasi yang tidak terkendali menyebabkan produksi sampah meningkat drastis, sementara infrastruktur pengelolaan sampah yang ada belum memadai. Bencana alam seperti banjir dan longsor seringkali memperparah masalah sampah, terutama di daerah kumuh. Timbunan sampah yang tidak terkelola dengan baik dapat menghalangi aliran air dan memperparah dampak bencana.
Pada akhirnya, “Jejak Rupiah di Tumpukan Sampah” bukan sekedar metafora. Ia adalah panggilan untuk membuka mata dan bertindak. Setiap sampah yang kita buang sejatinya adalah rupiah yang terbuang , peluang ekonomi yang hilang, dan ironisnya, bisa jadi benang merah yang mengikat kemiskinan . Sudah saatnya kita mengubah narasi: dari sekedar membuang, menjadi memilah; dari merugi, menjadi menuai laba. Dengan pengelolaan sampah yang bijak, kita tidak hanya menyelamatkan lingkungan, tetapi juga menyebarkan asa baru bagi mereka yang selama ini terpinggirkan oleh tumpukan sampah yang tak berujung. Mari kita jadikan sampah bukan lagi sumber derita, melainkan lumbung potensi yang mengalirkan kesejahteraan bagi semua.
Andiwijaya
Founder Bank Sampah Amanah Palembang