PB INSPIRA Dukung Polri Berantas Premanisme Berkedok Debt Collector

Misinews.id | Jakarta | Pengurus Besar Inisiator Perjuangan Ide Rakyat (PB INSPIRA) dukung Polri berantas Premanisme berkedok Debt Collector.

Belakangan sebuah peristiwa telah menjadi sorotan publik, dimana seorang Polisi berpangkat Aiptu dengan inisial FN di Sumatera Selatan yang sedang mengendarai mobil yang ditumpangi oleh anak dan istrinya namun dikepung oleh 12 orang Debt Collector yang berniat menagih hutang namun diduga tidak sesuai dengan prosedur penagihan, sehingga membuat FN melakukan perlindungan diri untuk mengamankan anak dan istrinya.

Dalam hal ini perusahaan penyedia perkreditan mobil yang dikredit oleh FN ini statusnya menjadi Pihak Pertama dan FN sendiri statusnya Pihak Kedua.

Pengurus Besar Inisiator Perjuangan Ide Rakyat (PB INSPIRA) meminta Polda Sumatera Selatan untuk memeriksa 12 orang yang terlibat dalam penagihan terhadap FN, dan juga memeriksa perusahaan yang memberikan tugas penagihan kepada 12 orang ini. Apakah mereka memiliki identitas resmi dari perusahaan sebagai penagih dan apakah mereka memiliki sertifikat profesi sebagai penagih yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi yang kompeten?

Jika 12 orang Debt Collector ini tidak memiliki identitas resmi sebagai penagih dan tidak memiliki sertifikat profesi sebagai penagih maka mereka dapat disebut sebagai Pihak Ketiga yang tidak memiliki hak apapun untuk melakukan penagihan kepada FN. Jika demikian, maka perusahaan penyelenggara perkreditan mobilnya FN ini juga tidak memiliki hak untuk membocorkan data pribadi dan data catatan hutang FN kepada siapapun termasuk Pihak Ketiga.

Namun jika ke-12 orang Debt Collector ini memiliki identitas resmi sebagai penagih dan memiliki sertifikat profesi sebagai penagih, namun penagihan yang dilakukannya tidak sesuai prosedur ataupun mengancam keselamatan orang, maka identitas resmi dan sertifikat profesi mereka sebagai penagih wajib dicabut.

Ketua Umum PB INSPIRA, Rizqi Fathul Hakim mengatakan, “Kami mendukung Polri untuk memberantas Premanisme dalam bentuk apapun termasuk yang berkedok sebagai Debt Collector, hal tersebut sangat meresahkan masyarakat,” ungkapnya.

Upaya pembelaan diri itu di atur dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP yang menyebutkan: “Barang siapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana”.

“Kepada seorang Abdi Negara saja berani untuk sewenang-wenang, apalagi kepada masyarakat biasa. Persoalan hutang piutang itu urusan perdata, tapi kalau sudah membocorkan data pribadi seseorang, mengancam, mencemarkan nama baik, mengeroyok, merampas, membuat orang dalam keadaan tertekan, terintimidasi dan lain sebagainya, itu sudah masuk sebuah tindak pidana yang harus di hukum seberat-beratnya sesuai undang-undang yang berlaku di negara ini,” tandas Rizqi.

“Pasal 38 KUHAP menegaskan bahwa penyitaan hanya dapat dilakukan oleh Penyidik dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat. Kalau tidak mendapatkan izin Ketua Pengadilan itu namanya Perampasan. Dan Debt Collector ini kan bukan penyidik, jadi tidak memiliki hak untuk melakukan penyitaan. Hanya Penyidik yang boleh melakukan penyitaan, itu pun harus dengan surat izin Ketua Pengadilan,” tambahnya.

“Kami meyakini Kepolisian Negara Republik Indonesia dibawah pimpinan Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mampu memberantas Premanisme dan tidak akan kalah dengan Premanisme,” tutup Rizqi. (Fad)